Disampaikan
oleh Dra. Lilis Ika Herpianti Sutikno, S.H Guru PKn SMP Negeri 2 Nekamese,
Kabupaten Kupang, NTT pada
“Sebab kunci sukses seorang penulis
adalah rajin membaca”, tulisan ini
beliau dapatkan dari upline beliau di HNI HPAI Ibu Niniel dari kota Surabaya.
Perubahan
kecil 1% menghasilkan perbedaan besar. Sering kali kita meyakinkan diri bahwa
kesuksesan yang besar menuntut aksi yang besar pula. Kita memberi diri sendiri
beban berat untuk membuat perubahan seakan-akan mengguncang bumi atau membuat
terkenal. Perbaikan 1% sesuatu yang tak terasa (kadang malah tak terlihat). Perbaikan
1% dilakukan secara berlanjut dalam waktu lama bisa sangat dahsyat menentukan
perubahan.
Matematikanya
begini, jika kita bisa 1% lebih baik setiap hari dalam setahun, akhirnya kita
akan 37 kali lebih baik pada penghujung tahun. Sebaliknya, jika kita 1% lebih
buruk setiap hari dalam setahun, kita akan memburuk hampir menjadi nol.
Perbaikan
1% menjadi kebiasaan dan dijadikan kebiasaan dari waktu ke waktu. Kebiasaan adalah
bunga majemuk dalam perbaikan diri. Pengaruh kebiasaan menjadi berlipat-lipat
sewaktu diulang-ulang kebiasaan itu. Ingat hukum pengulangan (the law of
repetition).
Perubahan
yang dihasilkan pada suatu hari tertentu mungkin terkesan kecil, tapi dampak yang
terjadi setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun bisa dahsyat. Apa yang
terjadi hari ini terhadap diri kita adalah akumulasi kebiasaan berulang selama
dua, lima, atau sepuluh tahun yang lalu. Sehingga penting memilih yang 1% lebih
baik atau 1% lebih buruk setiap hari, karena dalam rentang waktu yang akan
datang pilihan tersebut menentukan perbedaan antara siapa kita sekarang dan
siapa kita nanti. Sukses adalah produk kebiasaan sehari-hari, bukan
transformasi yang hanya sekali seumur hidup.
Sabda
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Dan
ketahuilah bahwasannya amalan yang palin dicintai oleh Allah adalah yang terus
menerus walaupun sedikit”. (HR. Muslim 2818)
Bayangkan
saja, jika mulai hari ini kita memiliki komitmen untuk mau menulis walaupun
hanya sedikit, lama-lama akan menjadi bukit. Tulisan kita akan menjadi
berbuku-buku.
Bu
Lilis adalah produk dari kelasnya Om Jay, dan sekarang beliau memiliki kelas
sendiri dengan nama Kelas WAG MBI (Kelas WhatsApp Group Menulis Buku Inspirasi).
Beliau tidak berjalan sendirian, tetapi bersama peserta dalam kelasnya Om Jay
juga yang ketika itu menjadi peserta.
Ketika
beliau menjadi narasumber, beliau memberikan hadiah kepada peserta yang menulis
rangkuman materi dari beliau dan memasukkan ke dalam blog, lalu dibagikan ke
facebook beliau. Dari kegiatan itu beliau cukup dibuat repot juga, hingga lama
untuk menentukan pemenangnya.
Setelah
didapat pemenangnya, beliau mengajak para pemenang tersebut menjadi moderator, lalu
narasumber, lalu editor buku. Kereeen. Dulunya mereka (para pemenang) bilang menulis
itu sulit. Bahkan sangat sulit sekali. Tetapi sekarang, sebagai narasumbernya yang
pernah share ilmu, beliau merasa
kalah jauh. Beliau merasa tertinggal jauh hingga membuat beliau merasa malu
sendiri.
Dengan
semangat juang 45 dan juga semangat juang R.A. Kartini pelopor wanita Indonesia
beliau yang baru, bisa menulis 1 buku dalam waktu tiga bulan. Buku yang
tercetak seribu buku tersebut habis terjual. Kemudian beliau mulai melirik kiri
kanan, apa yang bisa diperbuat untuk meberikan motivasi kepada
saudara-saudaranya untuk mengajak orang bisa menulis buku dengan mudah. Menulis
buku ber-ISBN tentunya.
Ketika
pertama kali menjadi narasumber nasional, beliau dibayar oleh Om Jay dengan 3M.
Dengan honor 3M tersebut, membuat beliau mendadak kaya. Kaya ilmu, kaya teman,
kaya pengalaman, dan kaya hati untuk selalu berbagi. Karena Om Jay telah
memberinya 3M dengan ikhlas tanpa pamrih sedikitpun, maka beliau akan
membalasnya dengan 5M kepada paserta Belajar Menulis dalam kelas beliau.
Belajar
dari tayangan inspiratif Indosiar dengan acara andalan LIGA DANGDUT, beliau
membuat panggung Kelas WAG MBI seperti itu. Para peserta diklat, pemenangnya
beliau ajak ke NTT dalam panggung kecil berkelas dunia untuk menjadi narasumber
menulis buku ber-ISBN. Ketika para sahabat literasi beraksi, beliau memantau
dari depan laptop di pesisir pantai Namosain, Kota Kupang, NTT dengan penuh
haru dan berlinangan air mata.
Selain
itu, beliau juga memotivasi peserta satu persatu untuk menulis buku sendiri,
bukan buku antologi. Ketika sudah memiliki buku sendiri, beliau meminta mereka
menulis Endorsemen Buku bagi teman-temannya yang baru mulai menulis. Ada tingkatan
dari belajar menulis, menjadi moderator, menjadi narasumber, menjadi penulis buku
solo karier, lalu menulis Endorsemen Buku.
Beliau
terlahir sebagai penulis dari AGUPENA NTT (Asosiasi Guru Penulis Indonesia
Wilayah NTT) di bawah bimbingan Bapak
Thomas Akaraya Sogen, S.Pd, MBA pengawas Bahasa Inggris SMP Kabupaten Kupang
dan ketua AGUPENA NTT. Dan besar bersama PGRI Pusat, Om Jay.
Banyak
yang meragukan, keterampilan menulis belum paham betul sudah menjadi editor
buku. Tetapi beliau terus mengawal sahabat literasi untuk menjadi penulis
handal dan profesional. Bersama beliau salah satu lulusan dari kelas Menulis
Bersama Om Jay yang telah populer di blantika literasi dan dunia perbukuan di
Nusa Tenggara Timur.
Banyak
hal yang bisa kita tuliskan. Apa saja bisa menjadi topik dalam tulisam kita. Misalnya
saat ini, kita bisa menuliskan kisah inspirasi ketika pandemic covid-19 melanda
Indonesia.
Ketika
kita memulai menulis pasti menjadi buku, apa yang kita tuliskan? Kisah inspirasi
yang bagaimana? Kisah inspirasi yang serius boleh, yang lucu juga boleh. Intinya
bahwa kita menulis, sebab menulis itu
semudah ceplok telur. Tuk Byaarrrr. Begitu diketuk kulit telurnya, maka
keluarlah isi telur ke dalam wajan (penggorengan) dan langsung dihidangkan di
meja makan. Seperti itulah semangat juang beliau memberikan motivasi kepada
sahabat literasi nusantara dalam menulis buku.
Intinya
adalah kemauan untuk menulis. Anda mau? Pasti ada jalan. Jangan pernah berpikir
ini, itu, dan lain sebagainya. Karena hal inilah yang mebuat kita tidak bisa
jalan. Tanpa membaca jangan pernah bermimpi kita akan menjadi penulis! Itu hal
yang mustahil akan terwujud.
Langkah
seribu diawali dari langkah pertama. Ketika kita mulai melangkah, yang harus
kita perhatikan adalah tujuan kita melangkah mau kemana? Dalam perjalanan ada
kerikil dan batu yang menghadang, itu hal yang biasa dalam hidup ini.
Apabila
di luar sana mungkin nama kita dipandang buruk, karena tulisan kita. Bisa jadi
karena fitnah, pandangan subjektif orang-orang yang iri hati. Janganlah rendah
diri, tetaplah semangat. Tetaplah berbuat kebajikan. Dan tetaplah menulis.
Mari
mulai berani menulis. Belajar menulis dalam komunitas yang membawa kita menjadi
penulis buku ber-ISBN. Seperti quote dari Pramoeya Ananta Toer berikut ini “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”. “Sebagai
pengarang saya lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang
gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik”.
Mari
menulis, sebab “Menulis itu semudah
ceplok telur” (Lilis Sutikno). “Menulis
adalah luapan rasa cinta yang tak sampai akhir, agar cinta kita tersampaikan
dengan sempurna maka menulislah” (Lilis Sutikno). “Menulis adalah berteriak kepada dunia tanpa suara” (Lilis
Sutikno).
Dalam
menulis tugas kita adalah menulis, tulis...tulis...tulis...dan
tulis...tulis...lalu tulis...tulis...terus menulis. Kelemahan kita sebagai penulis
adalah membaca sebelum tulisan kita selesai. Hal ini membuat kita malas mau
melanjutkannya lagi. Tulis saja apa yang ada di hati kita, tentang kita,
tentang sekeliling kita. Jadi kunci menulis adalah nulis...nulis...dan nulis.
Ingat jangan dibaca! Bacanya nanti ketika sudah 2 atau 3 hari, baru dibaca ulang
dan direvisi denganmembaca do’a yang khusu’ agar tulisan kita diberkahi Allah.
Kunci
menulis adalah membaca. Semakin banyak membaca maka akan semakin mudah menulis.
Jangan pernah bermimpi menjadi penulis hebat jika tidak mau membaca.
Cara
menghindari godaan “serakah” dalam menulis, tergoda untuk menulis hal lain
padahal satu naskah belum tuntas sehingga banyak tulisan yang lahir prematur
atau bahkan tak jadi lahir adalah dengan membuat Bank Tulisanku. Tulisan-tulisan
yang prematur tersebut biarkan saja ada di Bank Tulisanku. Nanti jika ada
kegiatan nuber (nulis bareng) atau nulis buku antologi ikutkan saja. Tinggal poles
sana poles sini. Jika buku antologi kita sudah banyak, kumpulkan jadi satu
buku.
Sehebat
apapun kita jika tidak menulis semua akan hilang ditelan zaman. Jika kita bisa
menulis dan meninggalkan jejak kita, orang akan mengenang kita dalam setiap
tulisan kita. Dan sebaik-baik menulis adalah jika kita menulis kisah inspirasi
yang dapat memberikan teladan kepada semua umat di bumi ini.