Sabtu, 06 November 2021

Masih Untung Itulah

Pagi-pagi Edi sudah menghubungi Eko untuk memastikan keberangkatan ke Linggau siang nanti. Seperti biasa, setiap hari Sabtu mereka berdua ada kegiatan di kota pemekaran dari kabupaten mereka itu. Namun, kali ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Edi harus mengikuti kegiatan KMD selama satu minggu, dan hari ini adalah hari terakhir jadi harus menunggu upacara penutupan KMD dulu. Mereka janjian ketemu di rumah Eko.

Sambil menunggu kedatangan teman karibnya itu, Eko beres-beres rumah. Dari nyuci piring dan kawan-kawannya, nyapu ruangan dari dapur sampai ke teras, hingga menjemur pakaian yang telah dicucinya semalam. Kebetulan istri dan anak-anaknya sedang mengunjungi neneknya di Palembang, jadi Eko seorang diri yang harus membereskan pekerjaan rumah.

Sekira jam sepuluh pekerjaan Eko beres. Sebelum mandi, ia bergegas ke warung membeli kudapan untuk menemani teh manis yang sudah dibuatnya. Dalam perjalanan ke warung ia merasakan ban motornya agak tidak enak, dilihatnya ternyata kurang angin. Balik dari warung nambahin angin dulu dengan pompa angin, barulah ia mandi dan ganti baju. Perlengkapan yang akan di bawa ke Linggau sudah dipersiapkan sebelumnya.

Hingga jam sebelas Eko menunggu si Edi tapi belum juga datang. Tak berselang lama si Edi menghubunginya lagi bahwa ia sudah selesai upacara penutupan dan akan segera meluncur. Melihat waktu sudah jam sebelas lewat, Eko berfikir untuk membeli makan dulu. Jika menunggu Edi nanti pasti tidak akan sempat mampir ke warung makan. Jadilah Eko membeli pecel lele tak jauh dari rumahnya. 

Tak lama kemudian, Edi yang ditunggu-tunggu datang. Segera disuruhnya mandi biar badannya segar. Selesai Edi mandi, jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat. Sebelum berangkat mereka sholat dhuhur dulu kemudian makan sekalian, jadi nanti di perjalanan tidak kepikiran untuk mengisi perut lagi.

Jam satu siang mereka berdua berangkat dengan mengendarai si merah yang selalu setia mengawal perjalanan mereka. Si merah pun melaju dengan lincahnya. Sesekali meliuk ke kanan dan kiri menghindari jalan yang berlubang. Perjalanan mereka membutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Jika perjalanannya lancar diperkirakan sampai di tempat tujuan jam tiga sore.

Ketika jalanan sepi mereka bisa melaju dengan cepat. Namun, ketika sampai di kecamatan Tugumulyo kondisi jalan sangat ramai sehingga laju si merah pun melambat karena mengiring mobil-mobil di depannya. Jika ingin menyalip harus menunggu waktu yang tepat. Malang tak dapat ditolak, ketika perjalanan tinggal setengah jam lagi nasib naas menimpa mereka berdua. 

"Duuggg...braaakkkkk...!!"  Terdengar bunyi yang sangat keras. 

"Apa itu, Di?" tanya Eko sambil perlahan menghentikan kendaraannya. Keduanya sama-sama mengecek apa yang jatuh.

"Plat nomor kendaraanmu lepas." jawab Edi. 

Rupanya benturan roda si merah tadi sangat kuat sampai menyebabkan plat nomor kendaraan terlepas. Eko dan Edi sama-sama menengok kondisi si merah. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat kondisi paleg belakang sudah penyok. Dengan berhati-hati Eko memutar si merah untuk mengambil plat nomor kendaraannya.
Melihat kondisi roda kendaraannya seperti itu, Eko mengendarai si merah dengan perlahan-lahan. Edi menghubungi adiknya minta bantuan untuk dijemput. 

"Masih untung itulah," kata Edi. "Untung tidak sampai terbalik." lanjutnya. 

"Benar juga." jawab si Eko sambil berfikir apakah ia mengendarai sepeda motornya dengan ngebut hingga bisa menyebabkan paleg rodanya penyok seperti itu.

Eko pun berfikir inilah akibatnya jika melakukan sesuatu dengan terburu-buru, pasti akan ada dampaknya. Akibat ingin cepat sampai di tujuan tadi hingga agak kurang berhati-hati. Kini mereka harus berusaha mencari bengkel untuk mengganti roda kendaraannya supaya besoknya bisa dipakai balik ke dusun lagi.


#salamliterasi

Refleksi Intervensi Program Pemulihan dan Transformasi Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu

Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Beston Palembang pada tanggal 3-5 Desember 2023. Pengalaman tersendiri tentunya bisa ikut men...