#KamisMenulis selalu menghadirkan nuansa baru meski masih dalam format lama, permainan #SuakaMargaKata. Walaupun masih dikemas dalam #AprilChalenge namun tetap menghadirkan suasana tersendiri setiap edisi #KamisMenulis.
Edisi kali ini masih seputar permainan #SuakaMargaKata: OJA yang diawali huruf O, sesuai jadwal #AprilChalenge hari ini sampai pada huruf ke-15 yaitu huruf O. Awalnya saya belum ngeh jika tantangan #KamisMenulis kali ini adalah kata OJA. Setelah di grup Lagerunal ramai membahas kata tersebut barulah saya nyambung (sudah mulai lemot ini yaaa...).
Segeralah kubuka KBBI dan mengetikkan kata OJA tersebut, namun di dalam KBBI tersebut tidak dijelaskan artinya. Maka saya pun browsing di google, dan ketemulah kata OJA yang dimaksud.
Dari kamus tersebut saya ketahui bahwa oja, meng-oja (v) artinya 1 menggalakkan (ayam dan sebagainya) supaya menyerang lawannya; 2 ki memberanikan, menghasut. Setelah memahami arti dari kosa kata tersebut fikiran saya langsung teringat pada anak-anak yang suka bermain sambil membawa ayam jantan yang masih muda. Mereka mencari ayam jantan yang lain yang masih liar kemudian di-oja-kanlah ayam yang dibawanya tadi supaya saling melawan.
Menurut pemikiran saya, hal ini kurang baik bagi perkembangan mereka. Bisa jadi jika hal itu menjadi kebiasaan mereka maka akan berdampak negatif dalam perkembangan mereka. Kemungkinan yang paling mendekati adalah mereka akan terlatih menjadi tukang sabung ayam. Kemungkinan yang lain yang juga perlu dikhawatirkan adalah ketika si ayam yang berhasil di-oja-kan tadi kalah dalam adu tanding, ayam yang belum diketahui siapa tuannya, akan diambil oleh anak-anak tersebut.
Dalam satu kesempatan di kelas, di sela-sela jam belajar saya selipkan nasehat kepada anak-anak didik saya supaya jangan sampai melakukan perbuatan itu (dalam bahasa kami mbumbung ayam). Saya jelaskan pada mereka, selain berdosa karena mengadu hewan (yang notebene adalah sama-sama ciptaan Tuhan) juga berdosa apabila sampai ayam yang bukan miliknya mereka tangkap juga itu berarti mereka mengambil yang bukan haknya. Memang tidak mudah mengubah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan, namun saya berharap agar sedikit nasehat yang saya berikan kepada anak-anak didik saya bisa membatasi perilaku mereka yang akhirnya bisa meninggalkan kebiasaan mbumbung ayam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar